LAPORAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan salah
satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan upaya
kesehatan rujukan. Tujuan program kesehatan rujukan antara lain adalah:
peningkatan mutu, cakupan dan efisiensi rumah sakit, melalui penerapan dan
penyempurnaan standar pelayanan tenaga, standard peralatan, profesi dan
manajemen rumah sakit (Aditama, 2003).
Dalam rangka menuju era globalisasi, rumah sakit juga dihadapkan pada
berbagai perubahan eksternal, seperti perubahan tata ekonomi dunia, arus
informasi tanpa batas, pola penyakit, pola demografi penduduk, teknologi,
peralatan rumah sakit, yang semua itu akan berdampak pada perubahan tata nilai
dan tuntutan masyarakat yang merupakan sebuah system, salah satunya praktek keperawatan.
Saat ini keberhasilan rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan,
keterampilan, kreativitas dan motivasi staf dan karyawannya. Kebutuhan
tenaga-tenaga terampil didalam berbagai
bidang dalam sebuah rumah sakit sudah merupakan sebuah tuntutan dunia global
yang tidak bisa ditunda. Kehadiran teknologi dan sumber daya lain hanyalah alat
atau bahan pendukung, karena pada akhirnya SDM-lah yang menentukan (Danim,
2004).
Rumah sakit
merupakan industri jasa yang memiliki ciri bentuk produknya tidak dapat
disimpan dan diberikan dalam bentuk individual, serta pemasaran yang menyatu
dengan pemberi pelayanan, sehingga diperlukan sikap dan perilaku khusus dalam
menghadapi konsumen. Tenaga perawat yang merupakan “the caring profession”
mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan
pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual. Pelayanan keperawatan merupakan
pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan
kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya.
Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan
bentuk pelayanan keperawatan profesional, yang bertujuan untuk membantu pasien
dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya, melalui tindakan pemenuhan
kebutuhan pasien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien mampu
untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan. Bentuk pelayanan ini
seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan
kepriabadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan dan untuk itu
tenaga keperawatan ini harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana
dan kontinyu (Darmawan, 2008).
Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem
pengelolaan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien agar menjadi berdaya
guna dan berhasil guna. Sistem pengelolaan ini akan berhasil apabila seorang
perawat yang memiliki tanggung jawab mengelola mempunyai pengetahaun tentang
manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain disamping pengetahuan
dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula (Nurachmah, 2004).
Untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai visi dan
misi Rumah Sakit tidak terlepas dari proses manajemen. Manajemen merupakan
suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan organisasi.
Dalam organisasi keperawatan, pelaksanaan manajemen dikenal sebagai manajemen
keperawatan (Ritonga, 2014).
Teori manajemen modern berasal dari Henry Fayol, yang telah memperkenalkan
fungsi-fungsi atau aktivitas-aktivitas administrator seperti : planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian), coordinating (pengkoordinasian)
dan controlling (pengendalian) (Potter dan Perry, 2005).
Manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja yang dilakukan oleh
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
professional. Dalam hal ini seorang manajer keperawatan dituntut untuk
melakukan suatu proses yang meliputi lima fungsi utama yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengelolaan, pengarahan, dan kontrol agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin bagi pasien dan
keluarganya (Nursalam, 2004). Proses manajemen keperawatan dilaksanakan melalui
tahap-tahap yaitu pengkajian (kajian situasional), perencanaan (strategi dan
operasional), implementasi dan evaluasi.
Penerapan manajemen keperawatan dapat dilakukan diberbagai bidang
keperawatan, salah satunya adalah keperawatan bedah. Ruang IIIB sebagai salah
satu ruang rawat inap penyakit bedah Kelas III, bertujuan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada individu baik laki-laki maupun perempuan dengan
berbagai kelainan dan gangguan fisiologis baik aktual maupun potensial yang
memerlukan asuhan keperawatan khusus seperti infeksi, trauma, dan gangguan
fisik lainnya.
Praktek manajemen keperawatan di ruang bedah sebagai salah satu proses pembelajaran
klinik diharapkan mampu membentuk calon-calon praktisi keperawatan yang
professional baik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maupun manajerial keperawatan. Praktek
pembelajaran ini kami lakukan di unit rawat inap penyakit bedah ruang Rumah
Sakit Umum Daerah A
B.
Tujuan Praktek
1.
Tujuan Umum
Setelah melakukan
praktek keperawatan manajemen selama 3 minggu,
mahasiswa mampu melakukan pengelolaan unit pelayanan di ruang rawat Bedah
sesuai dengan konsep dan langkah-langkah manajemen keperawatan.
2.
Tujuan Khusus
Setelah melakukan
praktek keperawatan selama 3 minggu mahasiswa diharapkan mampu :
a.
Melakukan kajian situasi di unit rawat bedah sebagai dasar
untuk menyusun rencana strategi dan operasional unit.
b.
Menyusun rencana strategis dan operasional unit pelayanan
keperawatan tertentu berdasarkan hasil kajian bersama-sama penanggung jawab
unit.
c.
Melaksanakan rencana strategis dan operasional unit pelayanan
keperawatan di Ruang IIIB.
d.
Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen keperawatan
di Ruang Bedah
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Manajemen Keperawatan
Manajemen
didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui
anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional
(Gillies, 2006).
Manajemen merupakan
suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di
organisasi. Manajemen mencakup kegiatan planning, organizing, actuating,
controlling (POAC) terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi
(Grant dan Massey (2009) dalam Nursalam, 2002).
Manajemen keperawatan
adalah suatu proses bekerja melalui tenaga keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan (Care, Cure, and Comport) kepada kelompok pasien (Gillies,
1996).
Manajemen
keperawatan berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan
pengendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi
departemen keperawatan dan dari sub unit departemen (Swanburg, 2000).
Proses manajemen
keperawatan adalah suatu rangkaian tindakan yang mengarah pada suatu tujuan,
berarti bahwa Proses Manajemen Keperawatan adalah suatu rangkaian tindakan
untuk mendukung proses keperawatan (Gillies, 1996).
Dalam proses manajemen keperawatan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan tentu tidak lepas dari koordinasi seluruh
sumber-sumber keperawatan. Koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan (Nursing
Reshourches) melalui proses manajemen untuk mencapai tujuan dan pelayanan
asuhan keperawatan (Huber D, 2006). Hal ini merupakan tugas manajer
keperawatan.
Tugas Manajer Keperawatan (Gillies, 2006)
Gambar. 2.1. Tugas Manajemen
Keperawatan (Gillies, 1996)
Dari gambar di atas
terlihat jelas bahwa tugas seorang manajer keperawatan adalah mengkoordinasikan
tenaga, alat/bahan, keuangan keperawatan dengan menjalankan fungsi-fungsi
manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, mengarahkan dan mengendalikan sehingga tercapai pelayanan dan
asuhan keperawatan kepada kelompok pasien, secara efektif dan ef
|
Kerangka Konseptual
Manajemen Keperawatan ( Gillies Da, 2004)
|
|||||
|
B. Konsep Filosofi / Falsafah Keperawatan
Filosofi adalah
keyakinan yang dimiliki individu atau kelompok kepada pencapaian tujuan
bersama. Filisofi keperawatan adalah pernyataan keyakinan yang dimiliki, oleh
tim keperawatan dan manifestasi dari nilai-nilai dalam keperawatan yang
digunakan untuk berfikir dan bertindak (Chitty, 2007), bertujuan untuk
memberikan asuhan keperawatan melalui pembagian kerja koordinasi dan evaluasi.
Falsafah
keperawatan merupakan bagian dari pernyataan misi suatu institusi (bagian lain
dari misi institusi adalah maksud dan keberadaan institusi). Falsafah
keperawatan rumah sakit merupakan seperangkat ide yang diyakini kebenarannya
dan kebaikannya oleh seluruh anggota keperawatan di rumah sakit tersebut.
Sumber falsafah keperawatan Rumah Sakit harus berasal dari falsafah rumah sakit
setempat dan falsafah keperawatan.
Falsafah
keperawatan rumah sakit merupakan sistem keyakinan tentang cara pencapaian misi
rumah sakit, yang mengandung pernyataan keyakinan, konsep dan prinsip
keperawatan di rumah sakit tersebut. Dengan demikian falsafah keperawatan rumah
sakit merupakan pedoman sekaligus penjelasan aktivitas dan kegiatan keperawatan
di rumah sakit setempat, meskipun falsafah keperawatan bersifat abstrak, namun
memberikan penjelasan terhadap visi dan mengarahkan pencapaian maksud rumah
sakit.
Rumah sakit merupakan
industri yang menghasilkan produk jasa pelayanan kesehatan berkualitas dalam
hal ini Keramer dan Schmalenbrg, 1998 (dalam Huber D, 1996) mengemukakan
bahwa produk rumah sakit adalah layanan yang berkualitas, terjangkau dan biaya
yang efektif dimana 90% layanan diberikan oleh perawat. Dengan demikian sebagai
system sosial rumah sakit memiliki dua dimensi ialah dimensi individu (yang
terbesar adalah perawat) dan dimensi lingkungan.
Falsafah
Keperawatan:
a. Perawatan adalah suatu usaha yang berdasarkan kemanusiaan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi terwujudnya manusia yang
sehat seutuhnya.
- Perawatan merupakan suatu profesi yang dilakukan oleh seseorang perawat profesional yang pelaksanaannya disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi dibidang keperawatan khususnya dalam pelayanan asuhan keperawatan.
- Perawatan merupakan suatu subsistem dari system kesehatan yang harus bekerja sama dengan profesi lain. Dalam memberikan bantuan kesehatan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan daya dan sarana yang tersedia.
- Perawatan merupakan pekerjaan yang luhur dan manusiawi.
C. Tujuan Manajemen Keperawatan
Sesuai dengan
falsafah dan hakekat perawatan seperti diuraikan di atas maka, tujuan perawatan
adalah :
- Untuk membantu individu menjadi bebas dari masalah kesehatan yang dirasakan dengan mengajak individu dan masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan kesehatannya.
- Untuk membantu individu mengembangkan potensinya dalam memelihara kesehatan seoptimal mungkin agar tidak selalu tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatan.
- Untuk membantu individu memperoleh derajat kesehatannya seoptimal mungkin.
D. Pengertian Pelayanan Keperawatan Bedah
Pelayanan
Keperawatan bedah adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang ditujukan pada
klien dengan keadaan patologis dan memerlukan tindakan atau penanganan bedah (Long,
2005).
Ruang lingkup
perawatan medical bedah.Praktek keperawatan medical bedah meliputi pelayanan
orang yang beresiko terhadap orang yang sedang mengalami kelainan
patofisiologi. Pada kebanyakan pusat-pusat kesehatan, anak-anak dipisahkan dari
orang dewasa, karena perbedaan kebutuhannya dan praktek spesialisasi
keperawatan yang maju dengan memfokuskan pelayanan keperawatan anak.
Jadi, praktek
perawatan medical bedah bertumbuh terutama sebagai keperawatan bagi orang yang
telah dewasa, bagi yang beresiko atau mengalami variasi norma dan yang
membutuhkan intervensi pengobatan medical atau bedah.
Perawat merupakan
sekelumit kelompok tenaga professional kesehatan. Terutama dalam
keikutsertaannya dalam peningkatan kesehatan, perawat menjadi sangat aktif
terlibat dalam pencegahan penyakit dan penyuluhan terhadap orang yang berresiko
tinggi terserang penyakit khusus.
Peningkatan
kesehatan dan pelayanan pada orang dengan gangguan patologi khusus yang
memerlukan dasar pengetahuan seperti berikut : sehat dan sakit, faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya dan perjalanan penyakit, respon umum terhadap
gangguan dan intervensi keperawatan yang membantu orang meraih kesehatan optimal
atau meninggal dengan penuh ketenangan. (Long, 1996).
1. Ruang Rawat Inap Bedah
Ruang rawat inap bedah adalah tempat
atau ruangan perawatan inap khusus untuk pasien yang memerlukan tindakan,
penanganan dokter, dan asuhan keperawatan bedah di rumah sakit.
a. Tujuan
Pasien mendapatkan ruangan perawatan
khusus bedah sesuai dengan kebutuhan.
b. Kebijakan
1) Ruang rawat bedah dapat menerima pasien dari IGD,
Poliklinik dan ruang lain.
2) Ruang rawat inap bedah mempunyai klasifikasi : Kelas III.
3) Pelayanan medis di ruang rawat inap bedah harus
sesuai dengan standar medis yang berlaku.
4) Yang mendapatkan pelayanan bedah di ruang rawat
inap bedah adalah pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan bedah.
5) Ada ketentuan yang mengatur tentang pasien di
rawat inap bedah
c. Prosedur
1) Perawat ruangan menerima pasien yang akan dirawat
dari petugas pengantar pasien dari poliklinik atau IGD atau ruangan lain.
2) Pasien ditempatkan di ruangan perawatan yang telah
disiapkan.
3) Pasien mendapatkan asuhan keperawatan sesuai
dengan prosedur.
4) Perawat memeriksa ulang tanda vital pasien
5) Perawat ruangan melaksanakan instruksi dokter
pemeriksa / pengirim
6) Perawat ruangan melengkapi buku status dengan
asuhan keperawatan.
7) Perawat memberikan standar pelayanan pra/pasca
operasi/bedah pada pasien yang akan/telah dilakukan operasi atau pembedahan.
8) Perawat memantau perkembangan pasien selama di
rawat inap dan melaporkan kepada dokter yang merawat atau dokter jaga bila ada
hal-hal yang perlu penanganan dokter.
d. Unit Kerja Terkait
1) Poliklinik/IGD
2) Ruang Rawat inap bedah / SMF Bedah
3) Kamar Operasi
4) SMF Anesthesi.
2. Pelayanan Pasien Pra Bedah
a. Pengertian
Pelayanan pasien pra bedah adalah
pelayanan/tindakan medis dan asuhan keperawatan sesuai standar medis yang
dilakukan tenaga medis/perawat di ruang rawat inap sebelum dilakukan tindakan
bedah.
b. Tujuan
Mempersiapkan kondisi fisik dan mental
pasien sebelum operasi, sehingga memenuhi persyaratan untuk dilakukan tindakan
bedah.
c. Kebijakan
1) Pasien berhak mendapatkan penjelasan lengkap
tentang penyakit yang diderita, sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
2) Petugas melengkapi administrasi yang berhubungan
dengan segala tindakan bedah, seperti izin operasi.
3) Konsultasi pasien pra Bedah kepeda dokter ahli
penyakit dalam, sesuai indikasi.
4) Konsultasi pasien pra bedah kepada dokter
anesthesi.
5) Operasi dapat dilakukan bila ada persetujuan dari
dokter anesthesi.
d. Prosedur
1) Dokter pemeriksa melakukan konsultasi kepada
dokter ahli penyakit dalam, bila ada indikasi, melalui lembar konsultasi.
2) Dokter pemeriksa mengonsulkan pasiennya kepada
dokter anasthesi, apakah ada kontra indikasi bila dilakukan narkose umum,
melalui lembar konsultasi.
3) Dokter ahli penyakit dalam/dokter anesthesi
menjawab konsultasi. Bila ada kontra indikasi untuk dilakukan
pembedahan/narkosa umum tindakan bedah dapat dilakukan.
4) Pasien di rawat inap, sehari sebelum dilakukan
tindakan bedah.
5) Malam sebelum pembedahan, pasien dipuasakan mulai
jam 23.00 WIB, untuk pasien anak < 5 tahun dimulai jam 04.00 WIB.
6) Bila perlu, diberikan laxantia
7) Antibiotika pra bedah sesuai indikasi
8) Untuk operasi daerah abdomen bagian bawah
dilakukan pencukuran rambut pubis.
9) Pemantauan tanda-tanda vital, laporkan bila ada
hal-hal yang memungkinkan kontra indikasi untuk pembedahan.
10) Pasien yang mengalami kecemasan, dapat diberikan
penenang.
11) Lakukan informed consent, lengkapi izin
operasi dan tindakan lain.
12) Pagi menjelang operasi, ganti infus dengan
dektrose 5 %.
13) Pasien dikirim ke kamar operasi, sesuai jadwal
operasi.
14) Petugas menyertai pasien dengan membawa buku
status pasien.
15) Untuk pasien dengan indikasi bedah kandung kencing,
sertakan polycatheter dan maag slang.
3. Pelayanan Pasien Pasca Bedah
a. Pengertian
Pelayanan pasien pasca bedah adalah
pelayanan/tindakan medis, asuhan keperawatan, asuhan nutrisi sesuai standar
medis yang dilakukan tenaga medis/perawat di ruang rawat inap sesudah dilakukan
tindakan bedah.
b. Tujuan
Memonitor keadaan umum dan tanda-tanda
vital pasien, input dan output cairan, serta terpenuhinya kebutuhan cairan,
nutrisi, dan terapi dari dokter.
c. Prosedur
1) Penderita di tempat tidur dengan selimut
2) Perhatikan jalannya infus/irigasi apakah bekerja
dengan baik.
3) Leher posisi ekstensi dengan kepela miring ke kiri
atau ke kanan.
4) Selang drainage atau catheter harus di sambung
dengan urinal atau botol infus kosong, demikian pula maag slangnya.
5) Baca instruksi untuk kecepatan pemberian cairan
dan jenis cairan atau obat-obatan.
6) Pemberian
antibiotika golongan Pinisiline/Ampicilline harus didahului dengan tes
kulit.
7) Untuk penderita operasi prostat, perhatikan apakah
drainage/irigasi cukup, macet karena tersumbat darah.
8) Penderita tetap dipuasakan, sampai bising usus
baik atau atas instruksi.
9) Untuk penderita peritinitis/illeus yang lanjut
dengan keadaan prabedah berat, observasi pasca bedah harus lebih ketat,
terutama pemantauan tanda-tanda vital, produksi urine/jam.
10) Operasi dicatat pada kertas observasi dan
ditempatkan pada buku status pasien (Rekam Medik).
E. Tujuan Dan Prinsip Keperawatan Bedah
- Memberikan asuhan keperawatan pada klien pria dan wanita tanpa batas usia secara efektif dan efisien sesuai standar asuhan keperawatan.
- Menurunkan angka kematian dan mengurangi kesakitan serta mencegah terjadinya kecacatan.
- Meningkatkan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan dan pelatihan dalam bidang perawatan dasar luka bakar, perawatan pasien cedera kepala serta penanganan keperawatan patah tulang.
F. Ruang Lingkup
- Berdasarkan jenis Operasi
a. Operasi Kecil
b. Operasi Sedang
c. Operasi Besar
d. Operasi Khusus
- Berdasarkan jenis luka operasi
a. Operasi bersih
b. Operasi bersih terkontaminasi
c. Operasi kotor
G. Ruangan Rawat Bedah
Ruangan rawat bedah
adalah lingkungan kerja untuk pencapaian proses manajerial keperawatan diruang
rawat inap bedah secara keseluruhan minimal mempunyai/mampu mengakomodasi
seluruh kebutuhan ruangan yang digunakan untuk pelayanan pasien bedah.
- Karakteristik Klien Yang Dirawat Di Ruang Bedah
a. Berdasarkan jenis kelamin : pria, wanita
b. Berdasarkan tingkat perkembangan : anak dan dewasa
c. Berdasarkan sistem tubuh : klien dengan kasus
digestive, torax dan vaskuler, ortopedi, urologi, onkologi, syaraf, bedah
plastik dan luka bakar.
d. Berdasarkan : Pre operatif, post operatif dan non
operatif
- Permasalahan Pada Klien Di Ruang Bedah
a. Pre Operasi : Kurang pengetahuan tentang persiapan
dan prosedur tindakan operatif, kecemasan, perubahan pola tidur, perubahan
nutrisi, gangguan koping mekanisme.
b. Post Operatif : Resiko infeksi, gangguan
aktifitas, kecemasan dan ketakutan, gangguan rasa nyaman (nyeri), resiko
gangguan eliminasi (BAB/BAK), resiko gangguan pernapasan (jalan nafas tidak
efektif, pola nafas tidak efektif), perubahan konsep diri, resiko perubahan volume
cairan, perubahan konsep diri, berduka, ketidakberdayaan, kerusakan integritas
jaringan (kulit, otot, tulang), perubahan pola seksual, dan kurang pengetahuan
tentang perawatan post operatif.
c. Non Operatif : Kecemasan, ketakutan,
ketidakberdayaan, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan intervensi
yang dibutuhkan, serta gangguan mekanisme koping.
H. Prinsip Intervensi Keperawatan
1. Pre Operatif
Untuk mencapai
tujuan pada klien pre operatif, diperlukan persiapan-persiapan sebagai berikut
:
a. Persiapan mental dan fisik
b. Persiapan medikal :
Pemeriksaan penunjang dan konsultasi
c. Persiapan lain :
Persiapan alat-alat termasuk darah dan informed consent.
2. Post Operatif
Mengingat
komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi maka keperawatan diharapkan pada
bagian perawat dan bedah dalam mendeteksi secara dini dan mencegah komplikasi
sehingga pembedahan berhasil dengan baik. Biasanya klien dari kamar operasi
masih belum sadar dan perlu perhatian khusus terhadap sistem persyarafan,
sistem sirkulasi, sistem pencernaan dan sistem perkemihan. Adapun intervensi
keperawatan yang dapat diberikan .
a. Melakukan perawatan luka
b. Memberikan pendidikan dan kesehatan post operatif
c. Memberikan bantuan dalam pemenuhan ADL
d. Memberikan mobilisasi bertahap
e. Memenuhi rasa nyaman : relaksasi, distraksi
f. Monitor intake output
g. Monitor TTV
h. Memberikan diet TKTP
i.
Memberikan
dan monitor pemberian cairan dan tranfusi sesuai indikasi.
3. Non Operatif
a. Memberikan pendidikan kesehatan tentang proses
penyakit, prognosis, intervensi yang dibutuhkan.
b. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang.
c. Membantu kebutuhan ADL sesuai kondisi klien.
I. Dokumentasi
Proses keperawatan
dalam keperawatan bedah meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Dalam melakukan dokumentasi asuhan keperawatan
sesuai proses keperawatan tentunya memiliki batasan-batasan yang harus
terpenuhi agar pendokumentasian menjadi akurat dapat dipertanggungjawabkan dan
tanggung gugat.
Pendokumentasian
asuhan keperawatan harus dilaksanakan secara kontinyu dan berkesinambungan
setiap bulan dan diisi oleh perawat pelaksana untuk mengetahui mutu
pendokumentasian di tiap ruang rawat inap, diaudit oleh bidang keperawatan
dengan bantuan kepala ruangan atau klinik instruktur yang telah ditunjuk dan
dilegalisasi dengan SK direktur.
- Kriteria Asuhan Keperawatan
Setiap tahapan proses keperawatan
harus dilalui dengan tahap pertahap, sesuai dengan karakteristik standar
keperawatan yang meliputi :
a. Sistematis : terdiri dari serangkaian langkah-langkah
yang diatur
b. Bertujuan : mencapai kebutuhan perawatan klien.
c. Dinamis : menyangkut kesinambungan aksi dan evaluasi.
d. Ilmiah : didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah
secara ilmiah, mengemukakan masalah yang sering muncul yang kemudian mendorong
riset keperawatan
- Jenis Dokumentasi
a. Dokumentasi Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan : Langkah awal
dari proses keperawatan, sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang
aktual.
1) Tujuan pengkajian keperawatan:
a.) Mengumpulkan respon klien
b.) Mengorganisasikan respon klien
c.) Mencatat data terkait dengan respon klien
2) Tipe-tipe Pengkajian
a.) Pengkajian awal (initial assesment)
(1) Dilakukan saat klien masuk.
(2) Dokumentasi pada chart data dasar keperawatan
(3) Cenderung meluas
(4) Identifikasi terhadap data yang perlu dieksplorasi
(5) Data sebagai dasar identifikasi masalah dan rancangan
NCP
Pencatatan pada metode ini dilakukan
dengan cara menulis pada formulir data dasar keperawatan, dan format yang di
pakai secara: tanya jawab, ceklist atau kuesioner.
b.) Pengkajian berlanjut
(1) Memperluas dan memperkuat informasi dasar dan
inisial asesment.
(2) Berkembangnya hubungan saling percaya memungkinkan
entering data lebih baik.
(3) Data bersifat up to date.
(4) Data atau informasi lebih menegaskan identifikasi
masalah.
(5) Data subjektif dan objektif – Konfirming data
Pencatatan pada
metode ini dilakukan pada catatan perkembangan atau flow sheet dan data
yang terkumpul digolongkan kedalam konfirming data dan extending data.
Confirming data : Bentuk monotoring dan pengawasan klien secara
terus menerus dalam upaya pemecahan masalah klien (Contoh : grafik TTV, pasien post
op yang membutuhkan pengawasan ketat).
Extending data : ditulis dalam bentuk flow sheet,
merupakan informasi tambahan untuk klarifikasi terhadap suatu hal.
c.) Pengkajian Ulang
(1) Pengumpulan data berdasarkan evaluasi
(2) Melakukan pengkajian ulang dari data sebelumnya
menemukan data sebelumnya, memperluas data awal untuk memperoleh data/informasi
keadaan klien lebih jauh berdasarkan evaluasi.
3) Metode Dokumentasi Pengkajian
a.) menggunakan format yang sistematis
(1) Pengkajian awal
(2) Pengkajian respon individu : persepsi kesehatannya
dan penatalaksanaannya
(3) Riwayat pengobatan
b.) Menggunakan format yang telah didesain untuk
pencatatan pengkajian kelompokan data menurut model pendekatan misalnya:
Tabel
2.2
Model
pengelompokan data pengkajian
No
|
Pendekatan :
mayor body sistem
|
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
1
|
Sistem respirasi
|
|
|
2
|
Sistem Kardiovaskuler
|
|
|
3
|
Sistem Persyarafan
|
|
|
4
|
Sistem Perkemihan
|
|
|
5
|
Sistem pencernaan
|
|
|
6
|
Sistem Muskuloskeletal
|
|
|
c.) Format bersifat progresif
(1) Head to toe
(2) Respon tubuh (aktivitas, koping, nutrisi,
eliminasi, komunikasi dll).
d.) Mencatat informasi secara objektif
e.) Entering data subjektif atau objektif data primer/sekunder
tanpa bias atau mengartikan, menilai memuaskan pendapat pribadi.
f.) Masukan pernyataan yang mendukung pada interpetasi
data.
g.) Jelaskan hasil observasi/temuan lain secara
sistematis tyermasuk defisiensi karakteristiknya : misalnya luka dekubitus,
jelaskan ukuran, warna, bau, drainage, kedalaman ulkus dsb.
h.) Respek terhadap dokumentasi pengkajian jelas dan
ringkas.
b. Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan : merupakan fase pengambilan keputusan dalam mengidentifikasi
masalah klien sebagai respon klien untuk dipecahkan, dikurangi ataupun diubah.
1) Formulasi yang akurat dari dignosa keperawatan
menggunakan pendekatan problem solving yang berisi
a.) Identifikasi masalah, gangguan kesehartan atau
kebutuhan perawatan (P).
b.) Mencari dan menentukan penyebab/etiologi (E).
c.) menentukan tanda dan gejala dari masalah (S).
2) Katagori diagnosa Keperawatan (menurut Capernito,
1987)
a.) Diagnosa keperawatan aktual (masalah memerlukan
tindakan keperawatan dan pemecahan masalah).
b.) Diagnosa keperawatan potensial atau resiko
(masalah memerlukan tindakan keperawatan dan mencegah masalah aktual atau
menurunkan status kesehatan klien).
c.) Diagnosa keperawatan possible (masalah memerlukan
data tambahan, pengawasan dan pengamatan).
Diagnosa keperawatan potensial dapat
menjadi aktual bila intervensi keperawatan tidak adekuat dengan fokus
intervensi pada diagnosa aktual adalah kuratif, sedangkan diagnosa potensial
adalah preventif.
3) Menegakkan diagnosa keperawatan harus memahami dua karakteristik, yaitu :
a.) Katakteristik mayor : elemen yang harus ada pada
penarikan suatu masalah
b.) Karakteristik minor : hangat bila disentuh, Respiratory
Rate meningkat, Heart Rate meningkat, Menggigil, pusing, dsb.
c. Dokumentasi Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan, terdiri dari
empat aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan.
1) Pentingnya dokumentasi rencana keperawatan
a.) Informasi tentang masalah, pedoman intervensi
keperawatan
b.) Alat komunikasi : Tim dengan tim kesehatan lain.
c.) Memudahkan melaksanakan proses keperawatan yang
berkelanjutan.
d.) Dokumentasi sesuai dengan hasil yang diharapkan
klien.
2) Tujuan dokumentasi rencana keperawatan
a.) Mengaplikasikan rencana keperawatan
b.) Evaluasi hasil asuhan keperawatan
c.) Bahan komunikasi tim kesehatan
3) Tipe dokumentasi rencana keperawatan
a.) Designed tradisional
(1) Ditulis dan dikembangkan oleh perawat tentang
spesifik klien (spesial population dan spesial area).
(2) Menggunakan tiga kolom yang meliputi diagnosa,
tujuan, dan intervensi keperawatan.
b.) Designed Standar rized
Dibuat oleh komite atau tim
keperawatan yang didalamnya memuat diagnosa keperawatan dan diagnosa medis.
c.) Rencana berdasarkan diagnosa medis seperti :
kateterisasi jantung, total hip dll.
(1) Keuntungan type ini
(a) Perawat dapat menemukan diagnosa keperawatan
berdasarkan respon-respon tersebut.
(b) Rencana intervensi medis dapat digabungkan pada
rencana keperawatan sesuai kesepakatan/delegasi.
(c) Rencana intervensi keperawatan berdasarkan
kebutuhan klien yang bersifat independent.
(d) Seringkali dibutuhkan hanya satu rencana tindakan
(e) Mudah memasukkan data yang baru
(f) Sebagai bahan pertimbangan perawat untuk observasi
masalah potensial yang dicatat
(g) Menggabungkan rencana medis dan instruksi
keperawatan
(2) Kelemahan type ini
(a) Diagnosa keperawatan yang dirumuskan berdasarkan
diagnosa medis
(b) Kemungkinan informasi yang ditulis tidak relevan
atau sesuai dengan kondisi klien
(c) Rumusan rencana tindakan tidak berdasarkan
prioritas
d.) Rencana berdasarkan diagnosa keperawatan
(1) Keuntungan type ini
(a) Rencana dibuat bila diagnosa keperawatan telah
dirumuskan dengan tepat serta faktor pendukungnya
(b) Rencana intervensi yang dibuat mengacu pada
standar praktek kebijakan, prosedur dan kelengkapan alat
(c) Hanya diagnosa keperawatan yang relevan untuk
klien
(d) Diagnosa keperawatan dan intervensi tidak
tergantung pada diagnosa medis.
(e) Kelemahan type ini : Memerlukan banyak rencana
untuk masalah klien
e.) Rencana yang disusun melalui komputerisasi
(1) Keuntungan type ini
(a) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk
melaksanakan dokumentasi dengan baik.
(b) Dapat memilih masalah yang relevan.
(c) Informasi dapat dikumpulkan dalam satu rencana
keperawatan.
(d) Memudahkan perubahan dalam status kesehatan klien
(e) Mudah menghapus informasi yang berlebihan
(f) Dapat menggabungkan tindakan medis sesuai standar
yang telah ditentukan
(g) Mudah dibaca.
(2) Kelemahan type ini
(a) Memerlukan tenaga ahli komputer
(b) Keterbatasan perawat untuk menggunakan tindakan
yang telah ditentukan.
d. Dokumentasi Intervensi atau Implementasi
Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang sudah dituangkan secara tertulis dalam
perencanaan keperawatan.
1) Manfaat
a.) Sebagai alat komunikasi untuk menghindari
kesalahan
b.) Penentuan tugas
c.) Memperkuat pelayanan keperawatan
2) Strategi
a.) Strategi kompensasi (Personal Hygiene)
b.) Observasi terus menerus dan periodik
c.) Pendidikan kesehatan
d.) Dukungan dan motivasi.
3) Jenis dokumentasi intervensi keperawatan menurut Fisbach
dan Bleich 1991
a.) Terapeutik nursing intervention
Tindakan yang secara langsung
ditujukan untuk mengatasi kondisi klien, misalnya meningkatkan adaptasi,
meningkatkan salf care, aktivitas, hemat ATP
b.) Survailence intervention
Observasi dan implementasi untuk
evaluasi perlembangan sehingga status klien dapat ditentukan yang dapat
berupa sifat pengawasan.
e. Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
1) Tujuan evaluasi keperawatan
a.) Menilai tujuan
b.) Menilai efektifitas rencana keperawatan
c.) Menentukan efektif tidaknya tindakan dan perubahan
terhadap masalah
2) Jenis evaluasi
a.) Evaluasi Formatif berguna untuk evaluasi tindakan
yang dilakukan pada klien dan respon dari tindakan.
b.) Evaluasi Sumatif berguna untuk mengevaluasi tujuan
dan perkembangan yang terjadi pada klien.
3) Petunjuk penulisan
a.) Lihat diagnosa keperawatan, kondisi klien dan
tujuan
b.) Beri nomor masalah
c.) Catat data relevan data perkembangan (DO, DS)
d.) Dokumentasi perkembangan masalah (Tercapai
sebagian atau tidak)
e.) Catat komponen ( SOAP/IER)
4) Hasil evaluasi
a.) Tujuan tercapai : masalah teratasi
b.) Tujuan sebagian tidak tercapai : masalah sebagian teratasi
c.) Tujuan tidak tercapai : masalah tidak teratasi.
J. Organisasi dan Administrasi
- Struktur Organisasi
a. Mempunyai visi dan misi ruangan khusus bedah
sebagai penjabaran dari visi dan misi rumah sakit.
b. Harus mempunyai struktur organisasi serta job
description yang jelas, dipimpin oleh seorang manager pelayanan kesehatan
(kepala ruangan) dengan latar pendidikan S.1 Keperawatan atau D.III Keperawatan
yang mempunyai pengalaman minimal 3 tahun sebagai perawat pelaksana.
c. Mempunyai seorang manajer pelayanan keperawatan
(koordinator askep) dengan latar pendidikan S.1 Keperawatan dan D.III
Keperawatan dan telah mengikuti pelatihan asuhan keperawatan serta didukung
oleh staf profesional dan non profesional sesuai kebutuhan yang dapat dihitung
berdasarkan jumlah tempat tidur, BOR dan tingkat ketergantungan pasien.
- Administrasi
a. Memiliki protap, SOP dan SAK yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien dan standar
atau alat ukur kepuasan pasien serta kepuasan kinerja perawat.
b. Mempunyai formulir asuhan keperawatan dan formulir
pencatatan dan pelaporan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan askep
buku-buku sebagai administrasi penunjang.
c. Mempunyai alur pelayanan pasien yang jelas.
d. Mempunyai ruang administrasi dan ketenagaannya
serta peralatan administrasi (ATK) yang cukup.
e. Perencanaan pengembangan staf dan sistem pembagian
insentif keperawatan yang transparan.
f. Aturan pelaksanan supervisi keperawatan, ronde
keperawatan, timbang terima atau operan.
g. Aturan-aturan kesepatan tertulis lainnya.
K. Evaluasi
Evaluasi pelayanan keperawatan bedah
harus dilakukan secara komprehensif dan berkala dapat dilaksanakan pada tiap
bulan, per triwulan, dan semester atau tahunan. Evaluasi meliputi :
- Jenis dan jumlah kasus yang sama
- Kesesuaian antara SOP, SAK dan protap
- Sistem pendokumentasian askep
- Disiplin kerja perawat (Absensi)
- Survey kepuasan pasien dan kepuasan kerja perawat
L. Lingkungan Kerja
- Fisik
a. Ruangan
Lingkungan kerja untuk pencapaian
proses manajerial keperawatan diruang rawat inap bedah secara keseluruhan minimal
mempunyai ruang perawatan lengkap dengan tempat tidur dan kamar mandi pasien,
ruang tindakan, ruang perawat atau nurse station berada di tengah
ruangan perawatan, ruang kepala ruangan – ruang tamu – kamar mandi, ruang
perawatan, ruang ganti perawat – kamar mandi perawat, ruang confrence,
mushola, ruang administrasi, ruang spoelhoke, dapur dan gudang serta
depo farmasi.
b. Peralatan dan bahan kesehatan
1) Peralatan
Tensimeter, Stetoskop, Timbangan
BB/TB, Irigator set, Sterilisator, Tabung oksigen dan Flow Meter, Slim Zulger,
Gunting perban, Korentang dan semplung, Bak Spuit, Bak instrumen besar, Bak
instrumen sedang, Bak instrumen kecil, Blas spuit, Gliserin spuit, Bengkok, Set
angkat jaitan, Set ganti balutan, Termometer, Standar Infus, Nasal kateter,
Reflek Hammer, Masker oksigen, Nebulazer (R. Dalam), Tong Spatel, Nelaton
Kateter, Tromeol, Tempat tidur dewasa, Tempat tidur anak, Tempat tidur bayi,
Buli-buli panas, Bantal angin, Es Kap, Urinal, Pispot, Senter, Waskom/air
hangat, Schor sten, Sandaran pasien, Hecting Set, Autocap, Tempat tidur
ortophedi, Traksi Set, Metal kateter set.
2) Bahan Kesehatan
Plester, kasa, bethadin, alkohol,
formalin, savlon, kapas, cairan infus, obat-obatan emergensi, cairan kimia
lainnya.
- Non Fisik
a. Hubungan perawat dan klien
Komunikasi antara perawatan dengan
klien berjalan dengan baik dan menggunakan pendekatan, setiap pasien baru harus
diorientasikan dikamar dan ruangan yang akan ditempatinya.
b. Hubungan antara perawat dengan perawat
1) Komunikasi antara perawat berjalan dengan baik
2) Pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah
3) Kegiatan serah terima tugas dan pasien dilakukan
pada setiap pergantian dinas dan berorientasi pada asuhan keperawatan yang
telah direncanakan.
4) Mengadakan ronde keperawatan dan supervisi khusus
5) Mengadakan rapat
bulanan secara rutin.
6) Media komunikasi antara perawat menggunakan buku
laporan, buku ronde dan white board.
M. Kekuatan Kerja
1. Man
Jumlah tenaga perawat keseluruhan
(profesional lanjut, profesional pemula, vokasional, lain-lain), jenis
ketenagaan, kualifikasi ketenagaan atau pendidikan, keterampilan khusus yang
dimiliki oleh perawat yang didapat melalui kursus atau pendidikan dan
pelatihan. Tenaga profesional terkait lainnya meliputi : dokter, gizi, dan
laboratorium, serta tenaga administrasi dan petugas kebersihan.
a. Alat ukur
Alat ukur dibuat berdasarkan :
1) Rata-rata klien membutuhkan perawatan sehari
(tingkat ketergantungan pasien)
a) Menurut Gillies (1995) dan Waster
(1990).
Self care :
waktu kerja efektif rata-rata 1,5 jam/24 jam
Minimal care :
waktu kerja efektif rata-rata 2 jam/24 jam
Moderate care :
waktu kerja efektif rata-rata 3,5 jam/24 jam
Extensive care :
waktu kerja efektif rata-rata 5-6 jam/24 jam
Intensive care :
waktu kerja efektif rata-rata 7 jam/24 jam
b) Karakteristik tingkat ketergantungan pasien
menurut teori D. Orem : Self-Care Deficit, sebagai berikut:
Tabel 2.3
Tingkat
Ketergantungan
MINIMAL CARE
|
PARTIAL CARE
|
TOTAL CARE
|
1. Pasien mandiri/ hampir tidak memerlukan bantuan/
mampu untuk :
|
1. Pasien memerlukan bantuan perawat (sebagian) :
|
1. Pasien membutuhkan bantuan perawat sepenuhnya
& membutuhkan bantuan perawat yang lebih lama
|
• Naik dan turun dari tempat tidur
|
• Membutuhkan bantuan satu orang perawat untuk
naik dan turun dari tempat tidur
|
• Membutuhkan bantuan 2 orang perawat untuk
mobilisasi dari tempat tidur ke kursi roda maupun ke kereta dorong
|
• Ambulasi dan berjalan sendiri
|
• Membutuhkan bantuan untuk ambulasi dan berjalan
|
• Membutuhkan latihan pasif
|
• Makan dan minum sendiri
|
• Membutuhkan bantuan untuk menyiapkan makanan
|
• Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui
terapi intravena (infus) atau NGT (sonde lambung)
|
• Mandi sendiri ataupun dengan sedikit bantuan
|
• Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap)
|
• Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
|
• membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
|
• Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
|
• Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan
berdandan
|
• BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
|
• Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan
berdandan
|
• Dimandikan perawat
|
2. Status psikologis stabil
|
2. Membutuhkan bantuan BAB &BAK (di tempat
tidur maupun di kamar mandi)
|
2. Dalam keadaan inkontinensial, menggunakan
kateter 24 jam post operasi mayor
|
3. Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik
|
3. Post-operasi minor 24 jam
|
3. Pasien tidak sadar
|
4. Operasi ringan
|
4. Melewati fase akut dari post operasi mayor
|
4. Keadaan pasien tidak stabil
|
|
5. Fase awal dari penyembuhan
|
5. Membutuhkan observasi tanda-tanda vital setiap
kurang dari 1 jam
|
|
6. Membutuhkan observasi tanda-tanda vital setiap 4
jam
|
6. Perawatan kolostomi/luka bakar
|
|
7. Gangguan emosional ringan
|
7. Pasien dengan alat bantu pernafasan (ventilator)
|
|
|
8. Pasien dengan WSD
|
|
|
9. Pasien dengan irigasi kandung kemih secara terus
menerus
|
|
|
10. Pasien dengan traksi (skeletal traksi)
|
|
|
11. Pasien dengan fraktur atau pasca operasi tulang
belakang atau leher
|
|
|
12. Pasien mengalami gangguan emosional berat,
bingung, atau disorientasi
|
Sumber : Nursalam, 2002 : 158)
2) Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada suatu
ruang rawat inap
Tabel 2.4.
Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan
pada suatu ruang rawat inap
Jumlah pasien
|
Klasifikasi pasien
|
||||||||
Minimal
|
Parsial
|
Total
|
|||||||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
1
|
0,17
|
0,14
|
0,10
|
0,27
|
0,15
|
0,07
|
0,36
|
0,30
|
0,20
|
2
|
0,34
|
0,28
|
0,20
|
0,54
|
0,30
|
0,14
|
0,72
|
0,60
|
0,40
|
3
|
0,51
|
0,42
|
0,30
|
0,81
|
0,45
|
0,21
|
1,08
|
0,90
|
0,60
|
Sumnber : Nursalam, 2002 : 159)
3) Jumlah tempat tidur
Dengan memperhatikan kategori tingkat
ketergantungan pasien ruangan rawat inap tersebut, digunakan perhitungan tenaga
ideal keperawatan dengan formula :
a) Formula Gillies
|
b) FTE (Full Time Equivalent)
FTE menggunakan perbandingan antara
BOR dengan jumlah tempat tidur serta jam efektif perawat.
c) Formula pembagian shift wastacker, yaitu dinas
pagi 47%, dinas sore 35% dan dinas malam 17%.
d) Formula distribusi kualifikasi menggunakan
perbandingan : perawat profesional 58%, perawat vokasional 26% dan lain-lain
16%.
e) Faktor koreksi (20%)
Koreksi dilakukan karena
terdapat hari libur/cuti/hari-hari besar (lossday).
2. Money
Sumber keuangan : Askes/ JPKM/ Umum/
lain-lain dan pengeluarannya ; ada perencanaan pengeluaran, untuk pengembangan/
program, untuk insentif perawat dan untuk lain-lainnya dan pengelolaan keuangan
harus jelas dalam arti transparan.
3. Metode
Metode pendekatan yang digunakan berdasarkan
standar keperawatan bedah.
a. Metode atau Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP)
Keberhasilan
suatu keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem
pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.
b. Dasar pertimbangan pemilihan model asuhan
keperawatan (MAKP)
Mclaughin, Thomas dan Barterm (2005)
mengidentifikasi delapan (8) model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model
yang umum digunakan di Rumah Sakit adalah asuhan keperawatan total ;
keperawatan TIM, keperawatan Primer. Tetapi setiap unit keperawatan mempunyai
riwayat dalam menyeleksi model dalam pengelolaan asuhan keperawatan berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana dan policy RS. Karena setiap
perubahan akan berdampak terhadap suatu stres, maka perlu mempertimbangkan 6
unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis
& Huston, 2008 : 143);
1) Sesuai dengan Visi dan Misi Institusi
Dasar utama penentuan model pemberian
asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi Rumah Sakit.
2) Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam
asuhan keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur
penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan
dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh proses keperawatan.
3) Efisiensi dan efektifitas penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu
mempertimbangkan biaya dan efektifitas dalam kelancaran aktifitasnya.
Bagaimanapun baiknya suatu model tanpa ditunjang oleh biaya yang memadai, maka
tidak akan didapatkan hasil yang sempurna.
4) Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan
masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah
kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat.
Oleh karena itu model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat
menunjang terhadap kepuasan pelanggan.
5) Kepuasan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model
sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Oleh karena itu model yang
dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban
kerja dan prustasi dalam pelaksaannya.
Terlaksananya komunikasi yang adekuat
dan tim kesehatan lainnya Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup
tangung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik
antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
c. Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Tabel 1 : Jenis model asuhan keperawatan
menurut Grant & Massey (2007) dan Marquis & Huston (2008).
Tabel 2.5.
Model Asuhan Keperawatan
Profesional Menurut Grant & Massey
dan Marquis & Huston
Model
|
Deskripsi
|
P. Jawab
|
Fungsional
|
• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi
keperawatan
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan tertentu)
berdasarkan jadwal kegiatan yang ada
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat
dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang
dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan
perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu sampai dua jenis intervensi
(misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
|
Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu
|
Kasus
|
• Berdasarkan pendekatan holistic dari filosopi
keperawatan
• Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
obsersavi pada pasien tertntu
• Ratio : 1: 1 pasien perawat
• Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat
yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat ia dinas.Pasien akan dirawat
oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminin bahwa
pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti :
isolasi, dan intensive care.
|
Manajer keperawatan
|
Tim
|
• Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan
• Enam-tujuh perawat profesional dan perawat
associate bekerja sebagai suatu tim, di supervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari
anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan terbagi menjadi 2-3 tim/ grup yang terdiri
dari tenaga professional, tekhnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling membantu.
|
Ketua Tim
|
Primer
|
• Berdasarkan pada tindakan yang komprehensip dari
filosofi keperawatan
• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek
asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengkoordinir
asuhan keperawatan.
• Ratio : 1:4/ 1: 5 (perawat : pasien) dari
penugasan metode kasus
• Metode penugasan dimana satu orang perawat
bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai dari pasien masuk sampai keluar Rumah Sakit. Mendorong praktek
kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan
terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
|
Perawat Primer (PP)
|
Sumber : Nursalam, 2002 : 143
Dibawah ini merupakan penjabaran
secara rinci tentang metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada lima
metode pemberian asuhan kepe yang sudah ada dan akan terus dikembangkan dimasa
depan dalam menghadapi trend pelayanan keperawatan.
1) Model Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh
perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebgai pilihan utama pada saat
perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan
perawat maka setiap perawat hanya melakukan
1-2 jenis intervensi ( misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua
pasien di bangsal.
Gambar 2.4. Sistem
pemberian asuhan keperawatan ”Fungsional” (Marquis & Huston, 1998)
a) Kelebihan
(1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi,
pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
(2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan
tenaga.
(3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas
manajerial, sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada perawat junior dan
atau belum berpengalaman
b) Kelemahan
(1) Tidak memberikan kepuasaan pada pasien maupun
perawat.
(2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat
menerapakan proses keperawatan
(3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang
berkaitan dengan keterampilan saja.
2) Metode keperawatan Tim
Metode ini
menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3
tim/grup yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu grup kecil yang saling membantu.
a) Kelebihan
(1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang
menyeluruh.
(2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
(3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik
mudah diatasi dan memberikan kepuasan pada anggota tim
b) Kelemahan
Komunikasi antar anggota tim terbentuk
terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana
sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
c) Konsep metode tim
(1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.
(2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar
kontinuitas rencana terjamin.
(3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua
tim.
(4) Peran kepala ruangan penting dalam model tim.
Model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruangan.
d) Tanggung jawab ketua tim
(1) Membuat perencanaan
(2) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
e) Tanggung jawab anggota tim
(1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah
tanggung jawabnya.
(2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
(3) Memberikan laporan
(4) Mengembangkan kemampuan anggota
(5) Menyelenggarakan konferensi
f) Tanggung jawab kepala ruangan
(1) Perencanaan
(a) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan
masing-masing
(b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
(c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien :
gawat, transisi, dan persiapan pulang bersama ketua tim.
(d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan
/penjadwalan
(e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
(f) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap
pasien.
(g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
(h) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
(i) Mengadakan diskusi pemecahan masalah
(j) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga
yang baru masuk
(k) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan
diri.
(l) Membantu membimbing terhadap peserta didik
keperawatan
(m) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan
rumah sakit.
(2) Pengorganisasian
(a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
(b) Merumuskan tujuan metode penugasan
(c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim
secara jelas
(d) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
(e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan :
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain.
(f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
(g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
(h) Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak
berada di tempat, kepada ketua tim.
(i) Memberi wewenang kepada usaha untuk mengurus
administrasinya pasien.
(j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
(k) Identifikasi masalah dan cara penanganan.
(3) Pengawasan
(a) Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien.
(b) Melalui supervisi :
ü Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati
sendiri atau melaui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi
kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga.
ü Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim. Membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang
dibuat selama dan sesudah proses keperawatan serta catatan yang dibuat selama
dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
ü Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim
ü Audit keperawatan.
Gambar 2.5. Sistem pemberian asuhan keperawatan ”Team Nursing” (Marquis
& Huston, 1998)
3) Model keperawatan primer
Metode penugasan dimana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan
terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugasjan untruk merencanakan,
melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Gambar 2.6. Bagan pengembangan MAKP (pengembangan
managemen
pelayanan asuhan keperawatan profesional) : primer
Gambar 2.7. Diagram sistem asuhan keperawatan ”Primary Nursing” (Marquis
& Huston, 2008)
a) Kelebihan
(1) Bersifat kontinuitas dan komperhensif.
(2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang
tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri.
(3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat,
dokter, dan rumah sakit (Gillies, 2009).
(a) Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu asuhan
yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.
(b) Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu
diperbaharui dan komprehensif.
b) Kelemahan
Hanya dapat dilakukan
oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan
kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawtan klinik, acountable serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin
c) Konsep Dasar Metode Primer
(1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
(2) Ada otonomi
(3) Ketertiban pasien dan keluarga
d) Tugas Perawat Primer
(1) Menerima pasien dan mengkaji pasien secara
komprehensif
(2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
(3) Melaksanakan rencana yang sudah dibuat selama ia
dinas
(4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan
yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
(5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
(6) Menerima dan menyesuaikan rencana
(7) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
(8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak
dengan lembaga sosial di masyarakat
(9) Membuat jadwal perjanjian klinik
(10) Mengadakan kunjungan rumah
e) Peran Kepala Ruang/ Bangsal Dalam Metode Primer
(1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat
primer
(2) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
(3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada
perawat asisten
(4) Evaluasi kerja
(5) Merencanakan/ menyelenggarakan pengembangan staf
(6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal
hambatan yang terjadi
f) Ketenagaan Metode Primer
(1) Setiap perawat primer adalah perawat ”bed side”
(2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat.
(3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
(4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional
lain maupun non profesional sebagai perawat asisten.
4) Metode Manajemen Kasus
Setiap
perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan
bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan
kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dalam hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti :
isolasi, intensive care.
a) Kelebihannya
(1) Perawat
lebih memahami kasus perkasus
(2) Sistem evaluasi dari managerial menjadi lebih
mudah
b) Kekurangannya
(1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat
penanggungjawab
(2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.
Gambar 2.8. Metode
manajemen kasus
5) Model Modifikasi Tim Primer
Pada
model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari dua sistem. Menurut Ratna S
Sudarsono (2000) penempatan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa
alasan :
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni
karena sebagai perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S I
keperawatan atau setara.
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni
karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien ada pada berbagai tim.
c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada
primer. Disamping itu karena saat jenis pendidikan perawat yang ada di RS
sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat
primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan. Contoh dikutip dari Ratna S Sudarsono
tahun 2002 untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat. Dengan menggunakan
model modifikasi keperawat primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP)
dengan kualifikasi SI /D IV keperawatan. Perawat asosiet (PA) 21 orang, kualifikasi
pendidikan perawat asosiet terdiri dari D III keperawatan ( 3 orang) dan SPK
(18 orang). pengelompokan tim pada setiap ship atau jaga terlihat pada gambar
di bawah ini.
Gambar 2.9. Metode
primary tim (modifikasi)
Tabel 2.6.
Peran
masing-masing komponen kepala ruangan ; perawat primer;
dan perawat
assosciate.
Kepala Ruangan (Karu)
|
Perawat primer (PP)
|
Perawat Assosciate (PA)
|
• menerima pasien baru
• memimpin rapat
• mengevaluasi kinerja perawat
• membuat daftar dinas
• menyediakan material
• perencanaan, pengarahan dan pengawasan
-
|
• Membuat perencanaan askep
• mengadakan tindakan kolaborasi
• memimpin timbang terima
• mendelegasikan tugas
• memimpin ronde keperawatan
• mengevaluasi pemberian askep
• bertanggung jawab terhadap pasien
• memberikan petunjuk jika pasien akan pulang
• memimpin timbang terima
• mengisi resume keperawatan
-
|
• memberikan askep
• mengikuti timbang terima
• melaksanakan tugas yang didelegasikan
• mendokumentasikan tindakan keperawatan
·
|
4. Material
Peralatan dan
pelengkapan medis dan non-medis (terlampir)
5. Marketing
Dilakukan dalam
bentuk pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan mandiri di rumah,
penyediaan sarana pendidikan klinik bagi para calon praktisi kesehatan dan non
kesehatan juga sarana pendidikan.
Sasaran market
layanan kesehatan dan asuhan keperawatan ruang rawat inap penyakit bedah adalah
pasien yang memerlukan tindakan bedah. Yang berasal dari masyarakat umum,
dengan klasifikasi pembayaran pasien dengan pembayaran umum, kartu sehat,
askes, kontraktor dan tidak mampu. Sedangkan sasaran market dalam pendidikan
dan pelatihan adalah peserta didik/ calon praktisi kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar